Al Azhar. Nama yang mirip dengan Universitas di Kairo, Mesir. Memang ada kesamaan dalam segi pembelajaran. Di sini kami menekuni ilmu agama, begitu juga mahasiswa di sana. Dan Al Azhar yang kami tempati ini adalah sebuah pesantren kecil yang berdiri di tepi bengawan solo, tempat kami mengarungi samudra ilmu bersama kiyai.
Beribu
kisah teruikir di pesantren ini. Mulai dari suka, duka, canda dan tawa, semua
kami lalui bersama dengan para sahabat yang selalu setia bersama. Para sahabat
terbaik dalam mengejar mimpi. Teman-teman terhebat untuk dapat berdiri. Dan
kawan-kawan yang tepat untuk sharing hal-hal kecil. Yah, di sinilah semua
kisah-kisah itu terjadi.
@@@
Seusai shalat subuh. Seperti
biasa, para santri mulai meninggalkan tempat peraduan mereka untuk melakukan
aktifitas selanjutnya. Dan saat ini, hanya ada sebagian saja yang masih berada
di musholla.
“Lutfi..” terdengar suara Ihsan memanggilnya saat keluar
dari musholla. Ia pun berhenti dan menoleh.
“hei, nanti habis ngaji Ihya’ kamu
ikut ya! Ada acara tasyakuran di kamarnya Ali” sambung Ihsan.
“aduh, ma’af sekali aku ada kerja’an
siang ini, kayaknya gak bisa datang, maaf ya” jawabnya.
“ayolah, masak diundang teman
sendiri kamu tolak sih. Ya.., ikut ya!” pinta Ihsan dengan memohon.
“maaf san.. aku gak bisa. sudah, aku
pergi dulu. Assalamu’alaikum..” ia pergi dengan tak acuh meninggalkan Ihsan yang terselimuti rasa kesal.
@@@
Pengajian Ihya’ Ulumuddin telah selesai. Acara tasyakuran
akhirnya terselenggara
meski tanpa Lutfi. Kami memang kecewa kepadanya. Dia tidak datang tanpa
mengungkapkan alasan yang jelas. Padahal selama ini kita selalu berkumpul
bersama.
“emang, biasanya dia ngapain sih
waktu gini, kok kayaknya sibuk sekali” Ali membuka pertanyaan.
“semenjak dia nemuin sebuah tulisan pada
secarik kertas waktu ro’an di sampah satu minggu yang lalu, dia jadi terobsesi
dengan tulisan itu. Dan sampai saat ini dia sering menyibukkan diri di
kamarnya” terang Ali sambil memakan jajan yang masih tersisa.
“emang tulisanya apaan” tanya ihsan
dengan penasaran.
“jika kamu bukan seorang anak
raja atau Ulama’ maka jadilah seorang penulis, kira-kira seperti itu” jawab
Ali.
“oalahhh, tulisan itu toh.. hahaha... ada-ada saja si
lutfi, emang dia mau jadi apa? Penulis novel? kwakaka.. anak ingusan kayak gitu kok pingin jadi
penulis, ngipi kali tu anak.” Crocos Ihsan dengan suara lantangnya.
“hwahahah.. tuh anak memang begitu sifatnya.
Ambisius.. eh gimana kalo kita kerjain, kita lihat seberapa besar ambisinya pingin jadi
penulis.” Sahut noval
“ok, ide bagus itu” sahutku dengan
mantap menyetujui usulan Noval.
Semua
setuju dengan ide noval. Kecuali mbah Hadi, kayaknya dia kurang setuju. Dia
memang gak pernah nyari masalah sama orang lain. Tapi biarlah, dia gak ikut
juga nggak masalah. Kita tetap akan mengerjai Lutfi.
@@@
Malam sudah sangat larut.
Sekitar jam satu-an. Di balik pintu kamar Lutfi masih terlihat cahaya lampu belajar
yang masih meyala. Rupanya dia masih belum tidur. Dengan mulut sesekali menguap
dia menarikan penanya di atas sebuah kertas. Tapi aneh, dia menulisnya
pakek pena tutul. Masak menulis cerpen pakek tinta. Ah, masak bodoh, yang jelas
kami akan menjalankan misi kami malam ini.
Satu, dua, tiga, klekg… lampu belajar tiba-tiba mati. keadaan menjadi
gelap gulita. Lutfi pun terlihat gelisah. Dengan meraba-raba layaknya orang
buta, dia mencoba keluar kamar untuk menyalakan sekring. tapi belum sampai di
pintu kamar tiba-tiba lampu menyala kembali.
Dan hal yang tidak diduga
terjadi. Dia terkejut bukan kepalang. bangku belajarnya tiba-tiba acak-acakan.
Semua kertas itu, tidak.., beberapa kertas yang terakhir ia tulis hilang, tintanya juga.
jiaaahhhhh… siapa orang kurang ajar yang ngerjain aku, gak tau orang lagi
pusing apa.. Hherrgggg… hatinya menggerutu gak karuan. Beberapa detik kemudian tiba-tiba lampunya
mati lagi. Busyett, nih anak harus dikasih pelajaran, gumamnya dalam hati. Dengan
cepat dia menuju ke arah pintu dan menutupnya rapat-rapat.
“Hey bocah sialan.. keluar…! atau
kulaporin kalian ke keamanan.. ayo keluar..”. Bentak Lutfi dengan keras membuat
seisi kamar pada bangun. Sedetik kemudian seorang keamanan datang karena
mendengar ada keributan di kamar.
“ada apa ini.. tengah malam ribut-ribut” Tanya kang
Sholikin, panggilan keamanan itu.
“ Lutfi kang, dia yang teriak2 tadi” jawab Feri, teman sekamarnya lutfi
yang tiba-tiba terbangun.
“a.anu kang, ada orang iseng yang ngerjain aku waktu nulis tadi..” jawab
Lutfi agak panik karena orang yang ia tuduh tidak ada di kamar.
“halahh, kamu ini ada-ada saja. Sudah tidur sana… sudah jam berapa ini,
bangunnya susah gitu kok masih begadang saja” sahut kang
Sholikin yang kemudian pergi dari
kamar Lutfi.
@@@
Kwaakkakakakak…. Meski di tengah malam, tawa kami tak bisa tertahankan
setelah kejadian itu. Akhirnya tuh anak berhasil juga kami kerjain.. kwhahaha…
“hei, enaknya tulisan ini kita apain..” Tanya Ihsan.
“ah, masak bodoh, kamu buang juga gk papa” jawab Noval enteng. Tanpa
diduga ternyata Lutfi telah mendengar semuanya di belakang kami. kami Semua pun
hanya bisa terdiam membisu
“lut, i..ini tidak seperti yang kau pikirkan.. kami Cuma..”belum selesai
aku ngomong, Lutfi langsung menyahutnya dengan muka kecewa.
“kalian… tidak kusangka kalian melakukan ini. teman macam apa
kalian”
“dengar lutfi..! kamu telah berubah akhir-akhir ini. Asal kamu tahu,
pekerjaanmu itu membuat kamu menjadi gila. Kamu menyendiri di ruang yang sepi..
marah-marah sendiri, dan gak pernah sekalipun kamu ngumpul sama kami ” ucap
Ihsan dengan muka serius.
“kalian
yang gila, apa maksud kalian melakukan ini..? aku benar-benar kecewa sama
kalian”
“Apa..
dengan kertas-kertas ini kamu lebih memilihnya dibanding kami. Apa ini yang kau
anggap teman.. hehh... ” Ihsan mulai
naik pitam. Dituangkannya tinta yang dipegangnya ke kertas-kertas itu. “ini..
ini kertas yang kamu inginkan.. kertas ini bahkan tidak layak untuk kamu
tulis”.
“tidak..
k kamu.. herrraaarrggggg..
“ dengan ganas Lutfi menarik kerah baju ihsan. “hehgg Ihsan, sebenarnya aku
tidak ingin melakukan ini. Tapi kamu yang mulai duluan” Lutfi dengan mukanya yang mulai terbakar
tengah mengepalkan genggaman tanganya yang terarah tepat di depan muka ihsan.
“sudah,sudah..
lutfi, cukup” sahutku mencoba melerai mereka berdua..
“Hey apa
apaan ini, tengah malam berkelahi di jerambah.. Lutfi Ihsan.. ikut aku ke
kantor” tanpa diduga kang Sholikin tiba-tiba datang menghampiri kami. Ia pun membawa
mereka berdua ke kantor.
@@@
Siang
begitu panas. Matahari mulai berada pada waktu istiwa’. Kulit pun terasa
seperti dibakar di tungku api. Ugghh panasss.. Aku jadi tidak tega melihat
Ihsan dihukum berdiri di tengah lapangan. sejak tadi pagi dia berdiri di situ..
ihhhgg gimana rasanya ya.. hiighh aku gak bisa bayangin. Dan lebih parahnya
lagi si Lutfi.. saat ini dia terbaring di kamar dan belum sadarkan diri. Yah,
dia pingsan 30 menit yang lalu waktu berdiri bersama Ihsan. Sungguh malang
nasibnya. Sebenarnya kamilah penyebab ini semua. Kalau saja kejadian tadi malam
tidak terjadi. Mungkin ini juga gak akan terjadi. Maafkan kami sobat..
@@@
Sampai
sore ini Lutfi belum juga sadarkan diri. Aku jadi tidak tega melihatnya. Ihsan yang duduk
tersimpuh di atas bangku perpustakaan terlihat begitu menyesali dengan
perbuatanya tadi malam. Lutfi, maaf kan aku. Sebenarnya aku hanya ingin kita
bisa berkumpul bersama lagi, tapi tidak kusangka ternyata malah jadi begini,
maaf kan aku lut.. Gumam Ihsan dalam hatinya.
“sudahlah
san, kita berdo’a saja supaya dia cepat sadar” tutur Hadi mencoba menenangkan
hati Ihsan.
“ya, semoga
dia cepat sadar,” sambung Noval.
“aminn”
ucap Ihsan pelan.
“Subhanallah,Lutfi..
hey kawan, sini...” aku memanggil kelima temanku yang berkumpul bersama di pojok ruangan perpus. Mereka
pun dengan cepat menghampiriku.
“ ada apa
sin, lutfi kenapa” tanya ihsan cemas.
“Lihat
kawan, ini cerpen pertama Lutfi, ‘ketika Tinta Bertasbih’. Kemarin aku sempat minta satu cerpenya untuk aku posting di blog. Dan sekarang ada komentar dari penerbit
Romansa press”
jawabku seraya membetulkan arah laptop agar bisa dilihat semua orang.
Saudara
Lutfi,
Cerpen anda sangat bagus.
Kami suka dengan cerpen anda. kami punya tawaran untuk menerbitkan cerpen anda
pada buku antologi cerpen kami. So’al royalti jangan khawatir. Uang pertama kami berikan
2 juta. Dan akan ada lagi setelah buku tersebut terbit.
Subhanallah… Jiwa kami bergetar hebat. Tidak seperti biasanya.
Kami seperti terhambus angin segar dari nirwana.
“Lutfi
harus tahu ini. dengan kabar ini,
semoga dia bisa semakin membaik”, ucap Ihsan dengan semangat.
“kalau begitu tunggu apa lagi, ayo kita ke
sana! Mungkin dia sudah siuman sekarang” sahutku merspon semangat Ihsan. Dengan
wajah berbinar-binar kami beranjak menuju kamar Lutfi. Kami tidak sabar untuk
menceritakan ini kepadanya. Menurut kami ini adalah sesuatu yang sangat
berharga bagi teman kami. Semua jerih payahnya telah menuai hasil. Selamat
kawan..! hari ini kau telah berhasil meraih sesuatu yang selama ini kau
impi-impikan.
Langkah yang penjang membawa kami menyusuri
bilik-bilik asrama. Fiugghh.. akhirnya sampai juga di lantai dua pondok “d”.
Terlihat banyak orang keluar-masuk kamar Lutfi. Ada apa ini, muka mereka
terlihat pucat dengan penuh haru, banyak air mata keluar di wajah mereka. Apa
yang terjadi dengan lutfi…
“dia sudah tiada, 5 menit yang lalu dia sempat siuman. Tapi kemudian dia muntah-muntah darah. Aku tidak tega melihatnya. Darahnya banyak sekali. Sampai akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir untuk selamanya..” ungkap khaqin dengan suara terisak dan sesekali menangis.
“dia sudah tiada, 5 menit yang lalu dia sempat siuman. Tapi kemudian dia muntah-muntah darah. Aku tidak tega melihatnya. Darahnya banyak sekali. Sampai akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir untuk selamanya..” ungkap khaqin dengan suara terisak dan sesekali menangis.
“t.tidak.. Lutfi…..” sahut Ihsan parau.
seolah tersambar petir, kami terguncang hebat mendengar berita itu. Terlebih
Ihsan. Dia langsung berlari sambil membawa Laptop menuju kamar Lutfi.
“ Lutfi, kenapa kau.., hey bangunn lut, mana
suaramu… kamu tidak mati kan.. lihat! aku bawa sesuatu buat kamu.” Dia membuka
laptop yang di bawanya. “lihat lut! Seorang dari penerbit telah membaca cerpen
kamu. Dia bilang akan menerbitkan cerpenmu. Lihat lutt.. lihat! Inikan yang kau
impikan selama ini.. lut.bangun lut..” tetesan air mata tak kuasa terbendung mengaliri
pipi Ihsan. Dia seolah tak percaya dengan semua ini. “lutfi.. maaf kan aku
luut.. kita masih berteman kan” sambungnya seraya terus meneteskan air mata.
Suara tangis terdengar di seisi kamar. Kami
pun tak bisa menahanya. Air mata kami sanggup katakan lebih banyak dari pada pesan
yang disampaikan semua kata. Menurut kabar yang aku dengar selama ini dia
menderita infeksi paru-paru, penyakit yang rawan bagi penderitanya sebuah
kematian. Dan Akhir-akhir ini kondisi badanya menurun karena kurang tidur. Lutfi,
tidak kusangka ajalmu sebegini cepat. Selamat jalan teman.. Semoga do’a kami
selalu menemani langkahmu menuju singgahsana surga.
@@@
Siang masih tetap dalam panasnya. Reruntuhan
daun tak berhenti memenuhi halaman depan dalem Kh. Musthofa. Dan kini, Sudah
lewat tujuh hari sejak dia pergi meninggalkan kami. Rasanya dia seperti masih
ada di samping kami. Bersenda gurau seperti dulu kala.
“Tinta ini, adalah saksi nyata perjuangan
sahabat kita. Dia pernah bilang bahwa tinta ini adalah wasiat dari kakeknya
yang ingin memondokkannya di sini. Dan dia betul-betul menyimpan tinta ini”
ucapku di tengah keheningan suasana bersama teman-teman di perpus.
“benar sin, tinta ini telah menemani perjuangan
kawan kita. Dan betapa bodohnya aku karena telah mngusiknya” sahut Ihsan yang
tiba-tiba menghampiriku dan mengambil tinta itu. “Lutfi, dengarlah! mulai saat
ini aku berjanji akan meneruskan impianmu, yah aku akan menulis sepertimu.. tinta
ini yang menjadi saksinya, izinkan dia menemani perjuanganku seperti dia
menemanimu.” Sambungnya seraya memandang ke arah jendela luar.
“aku juga” sahutku setelah Ihsan berhenti
bicara “aku juga berjanji akan meneruskan impianmu bersama tinta itu” sambungku
seraya mendekat ke samping Ihsan.
“kami juga” tiba-tiba Ali, Noval dan Hadi
secara bersamaan menyahut dan mendekat ke kami. “kami juga Lutfi, Izinkan kami
memakai tintamu untuk melanjutkan impianmu” sambung Ali.
“kawan, mari kita mengukir janji kita dengan
tinta ini.” Seru Ihsan. Tanpa ada perintah ataupun komando, kami tiba-tiba
bersama memegang tinta itu.
“Lutfi, mungkin batu nisan telah memisahkan
dunia kita. Namun ambisimu akan kami jaga selalu membara. Dan tinta ini adalah
saksinya” ucap Ihsan seraya mengangkat tinta itu. Tapi.. oh tidak, sebuah
kejadian tidak diduga terjadi. Tinta itu tiba-tiba jatuh ke lantai, dan menimpa
selembar kertas.
“yaahh, tintanya tumpah” ucap noval.
“yaach.. habis deh” sambung Ali
“tapi kok tintanya encer” sahut Ihsan.
“hehe…, tadi waktu kupakek, gak bisa keluar
tintanya. Lalu kutambahin saja air sebanyak-banyaknya” jawabku enteng.
“yaahhh, kamu ini.. sekarang jadi gak bisa
dipakek tintanya” sahut noval.
“subhanallah…, lihat kawan kertas itu
membentuk suatu tulisan timbul” ucap Ihsan yang membuat perhatian kami langsung
tertuju pada kertas yang tertuang tinta tadi.
Maha suci Allah, kertas itu membentuk tulisan
arab timbul berupa lafadz “Subhanallah”. Benar-benar kejadian yang luar
biasa..ya Allah Engkau memang maha kuasa atas segalanya. Aku segera mengangkat
kertas itu supaya tidak berada di bawah.
“subhanallah.. ini luar biasa” seru Ali. Kami semua melongo melihat kejadian itu. Seperti ada
sesuatu di balik tintanya lutfi. Kami seakan dibuat tidak percaya dengan
kejadian ini. Benar-benar luar biasa..
“ya ampun.. aku lupa. Kertas itu yang tadi
aku pakek percobaan ngeprint dengan tinta timbul. Yah, tadi aku ngeprint lafadz subhanallah. Memang awalnya gak
kelihatan. Tapi setelah disetrika atau dipanaskan akan muncul tulisan timbul
dari kertas itu” ucapku yang tiba-tiba teringat dengan tinta sablon itu. jiaahhh, kekaguman mereka akhirnya pudar
begitu saja gara-gara mendengar ceritaku tadi.
@@@
15 Tahun kemudian
Hari ini adalah hari yang istimewa bagiku.
Sebentar lagi aku akan bertemu wajah-wajah perjuangan semasa di pesantren dulu.
Yah, hari ini digelar acara haul ke 63 di ponpes kami, Al Azhar. Dan semua
teman yang berhasil aku hubungi Insya Allah akan datang ke acara tersebut. Aku
memang tidak pernah datang ke acara haul ponpes kami sebelumnya. Karena selama
ini aku berada jauh di negri Yaman untuk melanjutkan studiku setelah di
Pesantren. Aku jadi kangen sama mereka. Menurut kabar yang aku dengar Ihsan
telah sukses menjadi seorang penulis Novel. Dia benar benar membuktikan
janjinya yang dulu ia ucapkan kepada almarhum Lutfi.
Acara
hampir dimulai. Suasana pesantren penuh dengan para alumni. Dan aku hanya duduk
di depan kamarku, melepaskan lelah setelah perjalanan lima jam dari Bandung.
“Yasin..!” terdengar seseorang memanggilku. kayaknya aku kenal dengan suara itu. Yah,
benar itu suara Ihsan. Dia tiba-tiba muncul dari balik tempat wudlu.
“Ihsan..! ya Allah apa kabar..” ku dekati dia seraya merangkul tubuh kurusnya yang tetap seperti dulu.
“Ihsan..! ya Allah apa kabar..” ku dekati dia seraya merangkul tubuh kurusnya yang tetap seperti dulu.
“baik sobat, hei dengar2 kamu sekarang aktif
menulis di Yaman. Aku sudah baca buku-bukumu. Subhanallah hebat” ucapnya dengan
senyum has yang tak bisa hilang sejak dulu.
“kamu juga. Menurut kabar yang aku dengar
Novel religimu akan segera difilmkan oleh Romansa Picture, bearkah itu sobat? Subhanallah kau telah membuktikan janjimu yang
dulu.
“biasa saja kali sin.. semangat Lutfi yang
membuatku bisa begini. Dialah motifator hidupku”
“Hei yasin.. subahanallah akhirnya kamu
datang juga, kemana saja kamu selama ini” tiba-tiba Ali dan Noval muncul di
hadapan kami. Masya Allah, benar-benar kumplit rasa nikmat kami hari ini. Teman-teman
lama akhirnya bisa berkumpul kembali. dalam rangkulan kenangan yang
terurai bahagia, kami akhirnya bisa bercanda tawa kembali seperti dulu kala.
Ali sekarang telah menjalani karirnya sebagai seorang pelukis. Karyanya bahkan
berharga jutaan dolar. Subhanallah.. meski bukan seperti yang di impikan Lutfi
tapi dia telah berjuang dengan tinta. Yah, tinta atau cat, itu sama saja. Dia
telah membuktikan janjinya.
Dan Noval. Dia sekarang sukses menjadi
seorang designer. Terakhir kali aku dengar, dia mendapat tawaran mendesign
lambang perusahaan yang baru berdiri di Jepang. Dan bayaranya sekitar 500 juta
dolar. Subhanallah, tidak disangka.. kalau dipikir-pikir dia juga memenuhi
janjinya. Karena dia berjuang dengan tinta printernya. Apa gunanya desainan
tanpa media cetak. Dan sekarang, kami semua adalah para santri pejuang tinta. Yah,
kami semua berdakwah dengan tinta. Setidaknya, langkah kami selalu kami niati
untuk berdakwah. Karena itu adalah tujuan utama kami.
“hei, kayaknya kurang satu. Hadi mana, sejak
keluar dari sini aku gak pernah
melihatnya di acara haul” seru Ihsan. Belum sampai kami melanjutkan pembahasan.
Acara sudah dimulai dengan sambutan Master of ceremony. Kami pun segera duduk di aula. Sampai pada pertengahan acara, yaitu
Mau’idhotul Hasanah, seorang bertubuh kurus tiba-tiba berdiri di depan hadirin.
Orang itu, kayaknya aku kenal. Hadi.. yah itu hadi.. subhanallah dia sekarang
jadi kiyai. Yah..Tadi Sang Mc menyebutkan namanya KH. Abdul Hadi dari
bojonegoro.. subhanalah.
“Hadi, apa kabar kawan.. ke mana saja kamu
selama ini” tanya Ihsan yang langsung merangkul Hadi.
“aku nerusin mondok di ponpes As syafi’i
Widang Tuban. Aku bertekat tidak akan pulang sebelum aku memperoleh banyak
ilmu” jawabnya
“subhanallah, selamat kawan kau telah
memperoleh apa yang kau impikan. Tapi, hei.. mana janjimu dengan tinta itu. apa
yang kau perjuangkan dengan tinta itu” tanya Ihsan
“Al ilmu fis Shudur wala fis Sutur” jawabnya
enteng.
Semua terdiam. Tidak disangka dia tidak
menggunakan tinta dalam perjuangan hidupnya. Dia menghianati janji itu.
“lakin bighoiri khibrin.. fa kaifa
tudkhiluhu fi shodrik” ucap Ihsan pelan.
“subhanallah.. kalian benar kawan... selama
ini ku goreskan tintaku untuk menulis ilmu dari kalam-kalam ulama’ di setiap
lembar kertasku..“ sahut Hadi yang langsung bersambut dengan rangkulan kami
berlima. Semua larut dalam tawa. Tawa yang sama seperti dahulu. Yah, kemi
merasa seperti dahulu lagi.
“hei pak.. jangan pada berdiri di depan dong
menghalangi pemandangan.....” ucap salah satu hadirin yang duduk di belakang.
“ups.. “
(cerita ini ditemukan saat otak sedang eror.
Bersama teman2 yang eror. Dan pastinya untuk para pembaca yang mudah-mudahan
ikut2an eror)
keren gan
ReplyDelete