Oleh: Ibu Nyai Hj.
Lilik Qurrotul Ishaqiyah Munif
“Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk menjadi
harapan.” (Q.S Al Kahfi : 46)
Doa dan Harapan
Indah
Betapa
bahagianya orang tua yang diberi amanah oleh Allah berupa anak, karena dari
anaklah harapan-harapan terangkai seindah mungkin. Karena anugerah anak, bisa
jadi motivasi diri untuk semangat mencari rejeki dan membenahi kehidupan lebih
baik.
Bermula
dari ini, hal lumrah bila orang tua mengharapkan putra-putrinya menjadi orang
yang sempurna, taat beribadah, memiliki prilaku yang baik, memiliki kecerdasan
spiritual, cerdas membaca lingkungan dan menjadi anak yang bisa
dibanggakan.
Biasanya,
harapan-harapan ini sudah tertanam dalam batin orang tua semenjak anak masih
dalam kandungan sampai lahir. Harapan-harapan indah itu senantiasa dihembuskan
melalui untaian doa, meminta kepada yang Maha Kuasa agar cita-cita indah orang
tua menjadi kenyataan. Keinginan, harapan dan keyakinan yang kuat akan selalu
menjadi bagian dari doa-doa orang tua terhadap putra-putrinya.
Atas Dasar
Keimanan
Namun,
harapan dan keinginan orang tua di atas harus didasari keimanan kepada Allah
dan keyakinan yang mengakar kuat dalam
sanubari bahwa Allahlah penentu segala hal, agar keinginan-keinginan itu tidak
menjadi ego dan ambisi yang berlebihan menguasai nurani hingga akhirnya malah
menjadi bumerang terhadap perkembangan psikologi anak itu sendiri.
Keinginan
Kadang Berbeda
Mengapa
ini bisa terjadi? Karena keinginan-keinginan yang berlebihan dari orang tua
kepada putra-putrinya akan jadi belenggu yang kuat pada anak, membebani pikiran
dan jiwa mereka, sehingga bisa mengakibatkan frustasi dan stres karena merasa
terus dituntut untuk mewujudkan keinginan orang tua. Padahal, anak-anak
terkadang mempunyai keinginan yang berbeda dengan keinginan orang tua, inilah
problem yang nampaknya tidak banyak disadari oleh orang tua.
Banyak
orang tua yang menerapkan metode ‘mendidik paksa’ pada anaknya, anak dituntut
menjadi begini, menjadi begitu, menurut keinginan orang tua tanpa melihat ke
dalam diri anaknya, apa keinginan si anak, apa bakat si anak, apa cita-cita si
anak. Sering hal ini luput dari pengamatan orang tua, sehingga cenderung
memaksa agar anak merealisasikan apa yang menjadi ambisi orang tua.
Ambisi-ambisi
duniawi ini timbul bila orang tua melihat anak telah berhasil menjadi seperti
yang diinginkan, misalnya menjadi dokter, pilot, pejabat dan lain sebagainya.
Orang tua akan berbangga hati karena kesuksesan yang diraih anak bisa
mengangkat derajat dan status sosial serta bertambahnya pundi-pundi kekayaan
harta benda. Tidak hanya itu, kebanggaan-kebanggaan tersebut kemudian
diceritakan kepada orang lain sesama orang tua, tidak terasa orang tua ini
telah tercebur dalam jurang “Tafakhur fi al-amwaal wa al-aulaad”
(bersombong dengan membangga-banggakan harta dan anak-anak mereka), padahal
itulah salah satu penyakit hati yang seharusnya dihindari oleh orang tua,
karena bisa menyebabkan terhijabnya hati di dalam penghambaan kepada Allah SWT.
Agar Anak Tidak
Menjadi ‘Fitnah’
Kiranya
itulah sesungguhnya harta dan anak bisa menjadi ‘fitnah’, ujian, dan cobaan
bagi orang tua, apakah dengan hadirnya harta dan anak bisa menyebabkan
bertambahnya rasa syukur, bertambahnya ketakwaan atau malah sebaliknya,
menyebabkan maksiat kepada Allah.
Fitnah
atau cobaan yang Allah hadirkan berupa harta dan anak, merupakan parameter
untuk mengetahui siapa hamba yang takwa dan siapa hamba yang lalai durjana.
Tentu, yang bertakwa telah Allah janjikan tempat mulia untuknya.
Orang
tua yang tampil dengan karakter yang lebih menitikberatkan ego dan
arogansi dengan mengintimidasi dan
menekan anak, jangan harap anak akan patuh dan mengikuti apa yang menjadi
harapan-harapan orang tua, walaupun harapan itu baik. Disharmonisasi yang
terjadi dalam keluarga itu juga salah satu bentuk bala', cobaan dan
fitnah yang perlu diwaspadai oleh segenap orang tua, hingga dalam praktik
mendidik anak tidak salah jalan, tidak salah langkah yang menjadi penyebab
keretakan rumah tangga. Wallahu a'lam bis ash-Shawab.
Sumber: Majalahlangitan.com