[Majalahlangitan.com] Islam
adalah agama yang indah
dan penuh kasih sayang. Ia dibawa oleh malaikat kepada Rasulullah yang
penuh kasih sayang dan diajarkan kepada
umat Islam, umat yang tersayang. Kehidupan umat manusia untuk mengesksperikan
kasih sayang sangat bermacam-macam. Melalui cinta,
harta, pangkat, wanita,
anak dan lain sebagainya. Islam tidak melarang seseorang untuk cinta harta, jabatan, anak atau wanita,
namun Islam
memberi garis batas supaya manusia tidak mencintai semuanya dengan cinta yangbisa menjerumuskan
kepada neraka.
Beberapa
hal dalam mengekspresikan cinta sering terjadi kesalah-kaprahan. Para pelakunya sering berdalih
untuk membenarkan dengan
berbagai
alasan muncul dari
logika semata.
Pacaran islami
Kami mengawali pembahasan ini dengan mengulas pacaran
secara islam. Sebagian orang awam beranggapan
bahwa pacaran adalah satu cara paling cepat untuk mengenal dan mengetahui
secara dalam karakterer pasangan. Dengan dalih untuk saling mengenal, tidak
jarang dari mereka melakukan aksi berdua-duaan, berbincang-bincang, jalan
bareng, atau bahkan nekat tidur sekamar.
Islam
memang mengajurkan pernikahan, tapi Islam tidak membernarkan dan tidak mengenal
istilah pacaran. Islam memberikan konsep dalam megatur kehidupan remaja agar mereka memperbanyak menundukkan mata,
menjaga pandangan agar tidak mudah terpesona dan merasakan jatuh cinta, karena
dengan pandangan panah-panah iblis dilesatkan. Siapapun yang banyak mengumbar
pandangannya maka
semakin banyak pula panah-panah
iblis yang menghujamnya.
Bagi
seseorang remaja yang sudah berhasrat untuk menikah, maka metode untuk mengenal
dan mengetahui karekater calon pasangannya adalah dengan nadlar (melihat). Dengan nadlar ini ia bisa melihat wajah calon
pasangannnya dan kedua telapak tangannya. Dengan
melihat wajah dan tangan ia bisa mengetahui keberadaan lahir dan batin seorang wanita. Selain
itu, calon mempelai juga diperbolehkan berbincang-bincang namun tetap dengan pendampingan mahramnya, seperti ayah, ibu, saudara, dll.
Cara
lain yang Islam
ajarkan ialah dengan mencari berita dari orang yang adil, dapat dipercaya dan yang dekat
dengan calon yang akan dia nikahi. Bagi orang yang ditugaskan untuk melihat
calon pasangan maka ia harus dengan jujur menceritakan keadaan yang sebenarnya
meskipun harus terpaksa membuka aib dan cacatnya, karena ini termasuk dalam
ghibah yang dibenarkan karena ada hajat yang mendesak.
Dengan demikian, budaya antara laki-laki dan perempuan yang berpergian
bersama dengan alasan agar saling mengenal
atau bahkan sampai nekat tidur
sekamar merupakan tuntunan yang salah dan melenceng jauh dari konsep ta’aruf (perkenalan). (Hasyiyah al-Jamal [4]: 119,
I’anah at-Thalibin [3]: 298, Al-Bajuri [2]: 101)
Pendekatan
lawan jenis via Hp dan dunia maya
Perkembangan
teknologi telah merubah dan memudahkan segalanya. Ruang dan waktu yang dulu banyak
mengganggu sekarang bukanlah sebuah kendala. Dengan serbuan produk handphone dan
sejenisnya yang serba canggih dan terjangkau harganya, sulit bagi remaja
sekarang untuk tidak menggunakannya. Dengan teknologi ini mereka tak akan malu
lagi menjalin
kedekatan dengan lawan jenis. Dengan alasan ‘cuma sms an’ atau ‘cuma chatingan’ atau yang lain, mereka katakan itu hal yang
wajar dan tidak berdosa. Benarkah?
Pada
dasarnya teknologi adalah alat, kemana
dan untuk apa adalah tergantung penggunanya. Teknologi
semakin
memanjakan kita karena segala urusan menjadi cepat dan mudah. Namun bagaimana bila terknologi
itu dipakai untuk melakukan kemaksiatan?
Pada
dasanya komunikasi via hp atau sejenisnya baik dengan telepon, sms, chatting,
dll itu sama dengan berkomunikasi secara langsung. Segala sesuatu yang haram
untuk diucapkan juga haram untuk ditulis. Hukum komunikasi dengan lawan jenis
via hp atau sejenisnya itu tidak dibenarkan kecuali ada hajat mendesak yang
dibenarkan oleh syara’ seperti halnya bermuamalah atau jual beli, persaksian,
khitbah, dll. Rasul Saw bersabda: “Kedua mata akan berzina, kedua tangan akan berzina, kedua
kaki akan berzina, farji juga akan berzina. Sedangkan zinanya lisan adalah
perkataan.” (Is’ad ar-Rafiq [1]: 105, Hasyiyah Qulyubi [3]: 210, Baridah
Mahmudhah [4]: 7)
Lantas
mengenai alasan pendalaman karakter dan pengenalan lebih jauh itu belum
termasuk hajat yang dibenarkan apabila belum
ada keinginan kuat untuk menikahinya. Diperbolehkannya nadlar dan berbincang
pada waktu melamar karena biasanya si perempuan didampingi
orang tua atau kerabatnya. Pembicaraannya pun seputar hal yang sangat
dibutuhkan, tidak bermesra-mesraan, obral janji, dan sebagainya sebagaimana
yang diterapkan anak muda zaman sekarang. (Fiqh Islami [9]: 6292, Hasyiyah
al-Jamal [1]: 120)
Membawa pergi
calon istri
Fenomena
ini juga sudah begitu merambah di sekitar kita. Merasa sudah menjadi
tunangannya, si lelaki dengan seenaknya membawa pergi ke sana ke mari tanpa ada beban
dosa. Ironisnya,
terkadang orang tua juga mempersilakan anaknya di bawa oleh tunangannya atau
laki-laki lain yang
bukan mahram.
Islam
melarang
bahwa dalam acara lamaran atau tunangan dilakukan dengan ber khalwah (sendiri tanpa pendamping
kerabat). Rasulullah Saw bersabada:
“Ingatlah, sungguh tidak berkhalwah seorang laiki-laki dan perempuan kecuali
ada pihak ketiga yang menemani yaitu setan.” Tidak diperbolehkannya khalwah
jelas tidak diperbolehkan pula berpergian bersama. Karena meski sudah dalam
status bertunangan, sebelum ada akad sah pernikahan maka mereka bukanlah
pasangan suami istri, satu sama lain adalah orang lain yang haram dipandang,
dipegang dan di bawa pergi. (I’anah at-Thalibin [3]: 260, Ihya Ulumuddin
[2]: 160, Masu’ah Fiqhiyyah [29] 202).
[Abdul Mubdi]