Tuesday, February 10, 2015

Fiqih Pacaran; Komunikasi dengan Calon Sesuai Syariat



[Majalahlangitan.com] Islam adalah agama yang indah dan penuh kasih sayang. Ia dibawa oleh malaikat kepada Rasulullah yang penuh kasih sayang dan diajarkan kepada umat Islam, umat yang tersayang. Kehidupan umat manusia untuk mengesksperikan kasih sayang sangat bermacam-macam. Melalui cinta, harta, pangkat, wanita, anak dan lain sebagainya. Islam tidak melarang seseorang untuk cinta harta, jabatan, anak atau wanita, namun Islam memberi garis batas supaya manusia tidak mencintai semuanya dengan cinta yangbisa  menjerumuskan kepada neraka.


Beberapa hal dalam mengekspresikan cinta sering terjadi kesalah-kaprahan. Para pelakunya sering berdalih untuk membenarkan dengan berbagai alasan muncul dari logika semata.

Pacaran islami

Kami mengawali pembahasan ini dengan mengulas pacaran secara islam. Sebagian orang awam beranggapan bahwa pacaran adalah satu cara paling cepat untuk mengenal dan mengetahui secara dalam karakterer pasangan. Dengan dalih untuk saling mengenal, tidak jarang dari mereka melakukan aksi berdua-duaan, berbincang-bincang, jalan bareng, atau bahkan nekat tidur sekamar.

Islam memang mengajurkan pernikahan, tapi Islam tidak membernarkan dan tidak mengenal istilah pacaran. Islam memberikan konsep dalam megatur kehidupan remaja agar mereka memperbanyak menundukkan mata, menjaga pandangan agar tidak mudah terpesona dan merasakan jatuh cinta, karena dengan pandangan panah-panah iblis dilesatkan.  Siapapun yang banyak mengumbar pandangannya maka semakin banyak pula panah-panah iblis yang menghujamnya.

Bagi seseorang remaja yang sudah berhasrat untuk menikah, maka metode untuk mengenal dan mengetahui karekater calon pasangannya adalah dengan nadlar (melihat). Dengan nadlar ini ia bisa melihat wajah calon pasangannnya dan kedua telapak tangannya. Dengan  melihat wajah dan tangan ia bisa mengetahui keberadaan lahir dan batin seorang wanita. Selain itu, calon mempelai juga diperbolehkan berbincang-bincang namun tetap dengan pendampingan mahramnya, seperti ayah, ibu, saudara, dll.





Cara lain yang Islam ajarkan ialah dengan mencari berita dari orang yang adil, dapat dipercaya dan yang dekat dengan calon yang akan dia nikahi. Bagi orang yang ditugaskan untuk melihat calon pasangan maka ia harus dengan jujur menceritakan keadaan yang sebenarnya meskipun harus terpaksa membuka aib dan cacatnya, karena ini termasuk dalam ghibah yang dibenarkan karena ada hajat yang mendesak.

Dengan demikian, budaya antara laki-laki dan perempuan yang berpergian bersama dengan alasan agar saling mengenal atau bahkan sampai nekat tidur sekamar merupakan tuntunan yang salah dan melenceng jauh dari konsep taaruf (perkenalan). (Hasyiyah al-Jamal [4]: 119, I’anah at-Thalibin [3]: 298, Al-Bajuri [2]: 101)

Pendekatan lawan jenis via Hp dan dunia maya

Perkembangan teknologi telah merubah dan memudahkan segalanya. Ruang dan waktu yang dulu banyak mengganggu sekarang bukanlah sebuah kendala. Dengan serbuan produk handphone dan sejenisnya yang serba canggih dan terjangkau harganya, sulit bagi remaja sekarang untuk tidak menggunakannya. Dengan teknologi ini mereka tak akan malu lagi menjalin kedekatan dengan lawan jenis. Dengan alasan ‘cuma sms an’ atau ‘cuma chatingan’ atau yang lain, mereka katakan itu hal yang wajar dan tidak berdosa. Benarkah?

Pada dasarnya teknologi adalah alat, kemana dan untuk apa adalah tergantung penggunanya. Teknologi semakin memanjakan kita karena segala urusan menjadi cepat dan mudah. Namun bagaimana bila terknologi itu dipakai untuk melakukan kemaksiatan?


Pada dasanya komunikasi via hp atau sejenisnya baik dengan telepon, sms, chatting, dll itu sama dengan berkomunikasi secara langsung. Segala sesuatu yang haram untuk diucapkan juga haram untuk ditulis. Hukum komunikasi dengan lawan jenis via hp atau sejenisnya itu tidak dibenarkan kecuali ada hajat mendesak yang dibenarkan oleh syara’ seperti halnya bermuamalah atau jual beli, persaksian, khitbah, dll. Rasul Saw bersabda: “Kedua mata akan berzina, kedua tangan akan berzina, kedua kaki akan berzina, farji juga akan berzina. Sedangkan zinanya lisan adalah perkataan.” (Is’ad ar-Rafiq [1]: 105, Hasyiyah Qulyubi [3]: 210, Baridah Mahmudhah [4]: 7)

Lantas mengenai alasan pendalaman karakter dan pengenalan lebih jauh itu belum termasuk hajat yang dibenarkan apabila belum ada keinginan kuat untuk menikahinya. Diperbolehkannya nadlar dan berbincang pada waktu melamar karena biasanya si perempuan didampingi orang tua atau kerabatnya. Pembicaraannya pun seputar hal yang sangat dibutuhkan, tidak bermesra-mesraan, obral janji, dan sebagainya sebagaimana yang diterapkan anak muda zaman sekarang. (Fiqh Islami [9]: 6292, Hasyiyah al-Jamal [1]: 120)

Membawa pergi calon istri

Fenomena ini juga sudah begitu merambah di sekitar kita. Merasa sudah menjadi tunangannya, si lelaki dengan seenaknya membawa pergi ke sana ke mari tanpa ada beban dosa. Ironisnya, terkadang orang tua juga mempersilakan anaknya di bawa oleh tunangannya atau laki-laki lain yang bukan mahram.



Islam melarang bahwa dalam acara lamaran atau tunangan dilakukan dengan ber khalwah (sendiri tanpa pendamping kerabat). Rasulullah Saw  bersabada: “Ingatlah, sungguh tidak berkhalwah seorang laiki-laki dan perempuan kecuali ada pihak ketiga yang menemani yaitu setan.” Tidak diperbolehkannya khalwah jelas tidak diperbolehkan pula berpergian bersama. Karena meski sudah dalam status bertunangan, sebelum ada akad sah pernikahan maka mereka bukanlah pasangan suami istri, satu sama lain adalah orang lain yang haram dipandang, dipegang dan di bawa pergi. (I’anah at-Thalibin [3]: 260, Ihya Ulumuddin [2]: 160, Masu’ah Fiqhiyyah [29] 202).


[Abdul Mubdi]

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Makasih telah berkomentar