(Wawancara Eksklusif dengan Ust. Muhammad Ro’if, Ketua M2QK 2014)
Sudah tidak asing lagi di telinga
para santri ketika mendengar sebuah ajang bergengsi antar asrama yang sudah
sekian kali dilaksanakan tiap tahun. Ajang perlombaan yang dikenal dengan nama
M2QK (Musabaqah Muhafadhah dan Qiro’atil Kutub) ini dahulu bermula dari sebuah
perlombaan muhafadhah antar asrama yang digelar hanya untuk tingkatan
Tsnawiayah. Materi yang diujikan diantaranya adalah Faroidl dan Alfiyah. Dengan
berpindah dari asrama ke asrama -yang terakhir dilaksanakan di Ribath Al
Ghozali- perlombaan tersebut juga digelar
dengan system piala bergilir.
Seiring berjalannya waktu, konsep
perlombaanpun semakin berkembang. Bermula dari
adanya rekomendasi dari KH. Abdullah Habib Faqih pada tahun 2011 M. Beliau
menyerukan kepada para panitia untuk menjadikan ajang ini persis sebagaimana
perlombaan MQK setingkat profinsi atau Nasional. Karena itulah para penitia
segera menindak lanjutinya dengan mengambil contoh file-file yang ada di
Departemen Agama (DEPAG) mengenai konsep dan system pelaksanaan lomba MQK untuk
dipelajari dan diterapkan di pesantren Langitan.
Sejauh ini pelombaan M2QK 2014
bahkan sudah tercantum dalam Surat Keputusan Madrasah Al Falahiyah yang
tercatat lengkap beserta para panitia yang terlibat di dalamnya. Salah satunya adalah Ust. Muhammad Ro’if yang berhasil ditemui oleh Tim Redaksi
Romansa di kantor semester Madrasah al Falahiyah. Beliau tercatat sebagai ketua
perlombaan M2QK 2014. Berikut adalah liputannya:
Bagaimana Pendapat anda tentang adanya perlombaan M2QK
ini?
Memang secara umum sangat membantu sekali terhadap kelangsungan ciri
has sebuah pesantren, apalagi ini pesantren salaf. Mustinya ini sangat
diperlukan sekali. Karena membaca kitab sudah menjadi ikon pondok pesantren
salaf. Dan ini akan memacu semangat teman-teman untuk meningkatkan kualiatas.
Sebagaimana kata Gus Mus: “santri tidak boleh hanya bisa membaca kitab saja
namun harus bisa mengaktualisasikan aplikasi yang ada di dalam kitab ke
masyarakat”.
Adakah semacam gebrakan
tertentu pada M2QK 2014 ini?
Untuk keseluruhanya itu sama.
Tapi setiap tahun kan mesti ada pembenahan. Kalau gebrakan munkin tidak. Malah
ada pengurangan dalam segi materi yang diujikan. Dan ini sudah melalui proses
pertimbangan bersama. Mungkin dalam segi prosesi-prosesi perlombaan insya Allah akan ada pembenahan dan pengembangan
namun tetap mengekor dengan sebelumnya.
Lomba M2QK-kan digelar menjelang ujian semester. Apakah
ini tidak mengganggu kegiatan belajar para santri? mengingat tidak semua materi
di M2QK juga masuk pada ujian.
Kemarin sempat saya mengusulkan kepada pesrta sidang pelaksanaan M2QK: “apakah
alangkah baiknya M2QK hanya dilaksanakan dua tahun sekali. Toh sudah ada
program tatbiq, dan event class meeting, yang waktunya juga dibulan-bulan akhir
menjelang ujian. Apakah ini tidak mengganggu?”. Ternyata ditanggapi oleh
peserta siding: “Memang secara kegiatan, ini sangat padat. Namun di sisi lain,
perlombaan ini juga untuk membangkitkan semangat santri-santri untuk belajar
lebih giat. Bahkan ketika saya sowan
kepada Yai Ab (KH. Abdurrahman Faqih) beliau berpesan untuk memberikan sesuatu
yang bisa menimbulkan semagat santri-santri untuk mengikuti lomba ini.
Memang benar acara-acara akhir
tahun perlu dikurangi. Namun semuanya itu sudah teragenda dalam kalender
madrasah yang tidak mungkin dihilangkan. Karena semua itu merupakan keputusan
sidang yang diikuti oleh jajaran Asatid dan Kepala Madrasah. Dan ini sudah
melalui proses yang panjang dengan banyak pertimbangan. Insya Allah ini
maslahah. Walaupun padat tapi tidak
semua teman-teman mengikuti M2QK, disamping tidak semua materi M2QK juga
berimbas pada ujian.
Kita tahu sendiri, bahwa lomba ini juga dipengaruhi oleh
adanya keberuntungan. Lalu apakah lomba ini juga menjadi tolak ukur kemampuan
para peserta di bidang mereka?
Sebenarnya belum. Hal demikian
seakan-akan yang diperlukan adalah pembinaan. Kemarinpun di dalam sidang saya
juga mengutarakan: “pak acara
seperti ini, menurut yang saya
amati, teman-teman yang ikut paling banyak adalah
wajah-wajah lama. Orang yang
ikut kemarin tahun ini ikut lagi. Apakah tidak sekiranya dua tahun sekali aja.
Ternyata ditolak mentah-mentah oleh peserta sidang: “Tidak seperti itu... tujuannya bukan hanya untuk
menolak ukur teman-teman ini bisa atau tidak. Tapi bagaimana teman-teman meningkatkan hirrah untuk memperdalam ilmu agama
terutama pada kitab-kitab kuning”. Sebagaimana
kata Ust Anam: “sekarang itu santri-santri,
masalah membaca itu sudah banyak, yang terpenting juga sekarang
itu adalah perlu memperbanyak masalah menghafal”.
Menurut anda krtieria seorang yang bisa dikatakan
sang juara itu seperti apa?
Paling tidak bisa memenuhi
standar. Tapi insya Allah
mereka semua faham dan hapal.
Artinya pertanyaan yang dilempar juri tidak hanya memuat apa yang diketahui
peserta saja. Tapi juga
mencakup muatan ilmu yang istilahnya adalah pengembanga. Semisal
di bab shalat qashar yang diantara syaratnya adalah: harus sampai dua marhalah, tidak makmum kepada orang yang bermukim
dan tidak bertujuan maksiat. Kira-kira jika ditanya: jika berpergiannya bertujuan merampok,
apakah shalatnya juga boleh diqashar? Tentu kalau anak hanya hafal materi saja, tanpa memahami maksudnya, dia akan menjawab boleh. Padahal diantara syaratnya tidak boleh bertujuan maksiat. Kalau
anak gak faham bahwa istilah maksiat itu juga termasuk merampok maka gak akan
bisa menjawabnya. Jadi paling tidak mereka harus faham dan hafal. Dicerca
pertanyaan bagaimanapun kalau dia sudah faham materi insya Allah dia bisa
menjawab.
Agar asrama yang dibanggakan menjadi juara umum,
menurut anda usaha apa yang harus dilakukan?
Seperti yang saya amati di salah satu asrama, di situ ada
suatu pembinaan atau karangtina. Menurut saya itu salah satu yang harus dilakukan.
Dan selama proses pembinaan
ini, mereka juga harus
mendatangkan orang yang tidak asal-asalan. Maksudnya mereka juga harus melibatkan
para asatidz yang memang ahli di bidangnya. Itu
semua bertujuan agar mental
para kandidat yang akan tampil nantinya kuat. Karena memang tidak
semua anak yang diseleksi akan siap ketika lomba. Itu karena suasananya memang berbeda. Dan
ketika dalam pembinaan mereka bersungguh-sungguh, maka insya Allah hasilnya
akan memuaskan.
Kemudian yang kedua adalah motifasi alias dorongan. Mungkin diantaranya adalah dengan sesumbar, jika nanti menjadi juara maka akan diberi
suatu hadiah. Jadi ada ju’alahnya.
Terakhir, apa pesan anda terhadap santri-santri
khususnya para peserta M2QK?
Masih banyak sesuatu yang perlu digali. Tidak cukup
juara di M2QK saja. Terus
belajar memertahankan kemampuan!. Soalnya banyak santri yang dulunya pinter, tapi
gak pernah ikut aktifitas
ilmiyah akhirnya merosot. Tetap
menggali dan belajar terus!.
Ini sifatnya bukan untuk teman-teman
untuk saya sendiri juga. Konsep minal mahdi ilal lahdi itu tetap harus
dipegang. Bukan orang yang pinter,
orang yang mengatakan dirinya pintar. Tapi orang yang pinter selalu merasa kalau dirinya masih bodoh.
Langitan,14 Mei 2014 M
Istahilagi & Khana