Friday, May 30, 2014

Kibarkan Ikon Pesantren Salaf Dengan M2QK


(Wawancara Eksklusif dengan Ust. Muhammad Ro’if, Ketua M2QK 2014)

Sudah tidak asing lagi di telinga para santri ketika mendengar sebuah ajang bergengsi antar asrama yang sudah sekian kali dilaksanakan tiap tahun. Ajang perlombaan yang dikenal dengan nama M2QK (Musabaqah Muhafadhah dan Qiro’atil Kutub) ini dahulu bermula dari sebuah perlombaan muhafadhah antar asrama  yang digelar hanya untuk tingkatan Tsnawiayah. Materi yang diujikan diantaranya adalah Faroidl dan Alfiyah. Dengan berpindah dari asrama ke asrama -yang terakhir dilaksanakan di Ribath Al Ghozali- perlombaan tersebut juga digelar dengan system piala bergilir.


Seiring berjalannya waktu, konsep perlombaanpun semakin berkembang. Bermula dari adanya rekomendasi dari KH. Abdullah Habib Faqih pada tahun 2011 M. Beliau menyerukan kepada para panitia untuk menjadikan ajang ini persis sebagaimana perlombaan MQK setingkat profinsi atau Nasional. Karena itulah para penitia segera menindak lanjutinya dengan mengambil contoh file-file yang ada di Departemen Agama (DEPAG) mengenai konsep dan system pelaksanaan lomba MQK untuk dipelajari dan diterapkan di pesantren Langitan.

Sejauh ini pelombaan M2QK 2014 bahkan sudah tercantum dalam Surat Keputusan Madrasah Al Falahiyah yang tercatat lengkap beserta para panitia yang terlibat di dalamnya. Salah satunya adalah Ust. Muhammad Ro’if  yang berhasil ditemui oleh Tim Redaksi Romansa di kantor semester Madrasah al Falahiyah. Beliau tercatat sebagai ketua perlombaan M2QK 2014. Berikut adalah liputannya:

Bagaimana Pendapat anda tentang adanya perlombaan M2QK ini?

Memang secara umum sangat membantu sekali terhadap kelangsungan ciri has sebuah pesantren, apalagi ini pesantren salaf. Mustinya ini sangat diperlukan sekali. Karena membaca kitab sudah menjadi ikon pondok pesantren salaf. Dan ini akan memacu semangat teman-teman untuk meningkatkan kualiatas. Sebagaimana kata Gus Mus: “santri tidak boleh hanya bisa membaca kitab saja namun harus bisa mengaktualisasikan aplikasi yang ada di dalam kitab ke masyarakat”. 

Adakah semacam gebrakan tertentu pada M2QK 2014 ini?

Untuk keseluruhanya itu sama. Tapi setiap tahun kan mesti ada pembenahan. Kalau gebrakan munkin tidak. Malah ada pengurangan dalam segi materi yang diujikan. Dan ini sudah melalui proses pertimbangan bersama. Mungkin dalam segi prosesi-prosesi perlombaan insya Allah akan ada pembenahan dan pengembangan namun tetap mengekor dengan sebelumnya.

Lomba M2QK-kan digelar menjelang ujian semester. Apakah ini tidak mengganggu kegiatan belajar para santri? mengingat tidak semua materi di M2QK juga masuk pada ujian.

 Kemarin sempat saya mengusulkan  kepada pesrta sidang pelaksanaan M2QK: “apakah alangkah baiknya M2QK hanya dilaksanakan dua tahun sekali. Toh sudah ada program tatbiq, dan event class meeting, yang waktunya juga dibulan-bulan akhir menjelang ujian. Apakah ini tidak mengganggu?”. Ternyata ditanggapi oleh peserta siding: “Memang secara kegiatan, ini sangat padat. Namun di sisi lain, perlombaan ini juga untuk membangkitkan semangat santri-santri untuk belajar lebih giat.  Bahkan ketika saya sowan kepada Yai Ab (KH. Abdurrahman Faqih) beliau berpesan untuk memberikan sesuatu yang bisa menimbulkan semagat santri-santri untuk mengikuti lomba ini.

Memang benar acara-acara akhir tahun perlu dikurangi. Namun semuanya itu sudah teragenda dalam kalender madrasah yang tidak mungkin dihilangkan. Karena semua itu merupakan keputusan sidang yang diikuti oleh jajaran Asatid dan Kepala Madrasah. Dan ini sudah melalui proses yang panjang dengan banyak pertimbangan. Insya Allah ini maslahah. Walaupun padat  tapi tidak semua teman-teman mengikuti M2QK, disamping tidak semua materi M2QK juga berimbas pada ujian.

Kita tahu sendiri, bahwa lomba ini juga dipengaruhi oleh adanya keberuntungan. Lalu apakah lomba ini juga menjadi tolak ukur kemampuan para peserta di bidang mereka?

Sebenarnya belum. Hal demikian seakan-akan yang diperlukan adalah pembinaan. Kemarinpun di dalam sidang saya juga mengutarakan: pak acara seperti ini, menurut yang saya amati, teman-teman yang ikut paling banyak adalah wajah-wajah lama. Orang yang ikut kemarin tahun ini ikut lagi. Apakah tidak sekiranya dua tahun sekali aja.

Ternyata ditolak mentah-mentah oleh peserta sidang: “Tidak seperti itu... tujuannya bukan hanya untuk menolak ukur teman-teman ini bisa atau tidak. Tapi bagaimana teman-teman meningkatkan hirrah untuk memperdalam ilmu agama terutama pada kitab-kitab kuning”. Sebagaimana  kata Ust Anam: “sekarang itu santri-santri, masalah membaca itu sudah banyak, yang terpenting juga sekarang itu adalah perlu memperbanyak masalah menghafal”.

Menurut anda krtieria seorang yang bisa dikatakan sang juara itu seperti apa?

Paling tidak bisa memenuhi standar. Tapi insya Allah mereka semua faham dan hapal. Artinya pertanyaan yang dilempar juri tidak hanya memuat apa yang diketahui peserta saja. Tapi juga mencakup muatan ilmu yang istilahnya adalah pengembanga. Semisal di bab shalat qashar yang diantara syaratnya adalah: harus sampai dua marhalah, tidak makmum kepada orang yang bermukim dan tidak bertujuan maksiat. Kira-kira jika ditanya: jika berpergiannya bertujuan merampok, apakah shalatnya juga boleh diqashar? Tentu kalau anak hanya hafal materi saja, tanpa memahami maksudnya, dia akan menjawab boleh. Padahal diantara syaratnya tidak boleh bertujuan maksiat. Kalau anak gak faham bahwa istilah maksiat itu juga termasuk merampok maka gak akan bisa menjawabnya. Jadi paling tidak mereka harus faham dan hafal. Dicerca pertanyaan bagaimanapun kalau dia sudah faham materi insya Allah dia bisa menjawab.

Agar asrama yang dibanggakan menjadi juara umum, menurut anda usaha apa yang harus dilakukan?

Seperti yang saya amati di salah satu asrama, di situ ada suatu pembinaan atau karangtina. Menurut saya itu salah satu yang harus dilakukan. Dan selama proses pembinaan ini, mereka juga harus mendatangkan orang yang tidak asal-asalan. Maksudnya mereka juga harus melibatkan para asatidz yang memang ahli di bidangnya.  Itu semua bertujuan agar mental para kandidat yang akan tampil nantinya kuat. Karena memang tidak semua anak yang diseleksi akan siap ketika lomba. Itu karena suasananya memang berbeda.  Dan ketika dalam pembinaan mereka bersungguh-sungguh, maka insya Allah hasilnya akan memuaskan.

Kemudian yang kedua adalah motifasi alias dorongan. Mungkin diantaranya adalah dengan sesumbar, jika nanti menjadi juara maka akan diberi suatu hadiah. Jadi ada ju’alahnya.

Terakhir, apa pesan anda terhadap santri-santri khususnya para peserta M2QK?

Masih banyak sesuatu yang perlu digali. Tidak cukup juara di M2QK saja.  Terus belajar memertahankan kemampuan!. Soalnya banyak santri yang dulunya pinter, tapi gak pernah ikut aktifitas ilmiyah akhirnya merosot. Tetap menggali dan belajar terus!. Ini sifatnya bukan untuk teman-teman untuk saya sendiri juga. Konsep minal mahdi ilal lahdi itu tetap harus dipegang. Bukan orang yang pinter, orang yang mengatakan dirinya pintar. Tapi orang yang pinter selalu merasa kalau dirinya masih bodoh.

Langitan,14 Mei 2014 M
Istahilagi & Khana


Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Makasih telah berkomentar