Habib Syech bersama H. Agus Machsoem (Langitan) |
Salah satu daya tarik yang khas dari Habib Syech adalah suaranya yang
syahdu dan menggetarkan hati. Setiap pengajian yang dihadirinya, jamaah
membludak. Bahkan, seringkali yang hadir didorong keinginan melihat dan
mendengarkan secara langsung indahnya suara Habib Syech. “Saya tidak
mempunyai resep apa-apa untuk merawat suara. Ini karunia Allah,”
tegasnya.
Meskipun kesehariannya disibukkan dengan jadwal pengajian, namun
Habib Syech tidak meninggalkan tanggungjawab duniawi. Disela-sela
kesibukannya, ia menyempatkan diri untuk bekerja. “Di rumah, saya
mempunyai usaha kecil-kecilan. Berdagang surban dan baju muslim. Saya
juga menjual kaset,” jelasnya.
Berdagang juga diteladani Habib Syech dari Rasulullah. “Baginda Rasul
mengajari kita untuk bekerja, selain amar ma’ruf nahi ‘anil munkar.
Agar kehidupan dunia dan akhirat seimbang dan terhindar dari sifat
tama’,” imbuhnya.
Beberapa tahun silam, Habib Syech memang dikenal sebagai pengusaha.
Ia berdagang batik setelah pulang dari merantau di Arab Saudi selama 10
tahun. Sembari berdagang, ia selalu meluangkan waktu untuk berdakwah.
Dengan menumpang sepeda pancal, Habib Syech berkeliling dan menemui
masyarakat di Solo dan sekitarnya.
Perjalanannya sebagai pendakwah kala itu, dilalui penuh perjuangan.
Bahkan ia sering diejek sebagai orang yang tidak punya pekerjaan tetap,
bahkan dicap sebagai habib jadi-jadian. Namun Habib Syech tidak pernah
marah atau mendendam kepada orang-orang yang mengejeknya. Justru
sebaliknya, ia tetap tersenyum malah kerap berderma (memberi sesuatu)
kepada para pengejeknya.
Dakwah yang dilakukan juga lintas batas. Orang-orang yang nongkrong
di warung didatanginya. Ia melibatkan diri dalam obrolan di
warung-warung. Saat waktu shalat tiba, Habib Syech mengajaknya ke masjid
atau musholla untuk shalat berjamaah. Awalnya orang-orang enggan dan
menolak. Namun akhirnya, mereka tergerak hatinya sehingga mengikuti
ajakan Habib Syech untuk shalat.
Meski berdakwah dalam kondisi pas-pasan, namun tidak jarang Habib
Syech tetap mengusahakan minimal nasi bungkus untuk dibagi-bagikan
kepada jamaahnya di pelosok-pelosok kampung. Taklimnya saat awal-awal
itu dilakukan di seputar Solo dan Jawa Tengah. Pada tahun 1998, berawal
dari Majelis Rotibul Haddad, Burdah dan Maulid Simthut Duror, Habib
Syech mendirikan Jamiyah Ahbabul Musthofa di Kampung Mertodranan, Solo.
Kini, Habib Syech secara rutin menggelar pengajian di Gedung Bustanul
Asyiqin di Pasar Kliwon, Semanggi Kidul, Solo, tiap malam Kamis Kliwon.
Di luar rutinan itulah, putra Habib Abdul Qadir da Syarifah Bustan al
Qadiri ini berkeliling memenuhi undangan jamaahnya di berbagai daerah di
tanah air dan juga luar negeri.
Abdullah Mufid M.
Nama : Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf
Lahir : Solo, 20 September 1961
Pendidikan : SD Ronogoro Surakarta
SMP Ronogoro Surakarta
SMA Islam Ronogoro
Istri : Sayyidah binti Hasan al Habsyi
Anak : 1. Fathimatah az Zahro
2. Muh. Al Baqir
3. Umar
4. Abu Bakar
5. Toha
Sumber: http://majalahlangitan.com