Fikiran
manusia berbeda, begitu pula polanya. Perbedaan inilah yang menjadikannya
sebuah kebiasaan. Ketika kebiasaan kebiasaan ini telah merambah dalam sebuah
komunitas maka kebiasaan ini berevolusi menjadi sebuah adat. Adat akan
dijadikan sebuah hukum, patokan dan undang-undang dalam komunitas tersebut.
Sudah sering terjadi disekeliling
kita upaya pemberantasan narkotika, miras, dolly dan yang lainnya, tapi hanya
membuahkan sebuah hasil yang kurang memuaskan. Hal ini jika ditilik dari segi
eksistensinya adalah karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Karena
anak-anak muda yanng telah menjadikannya sebuah kebiasaan dan adat, sehingga pemerintahpun tak sanggup
merubahnya.
Para ulama’pun tak ketinggalan,
mereka tetap berusaha menanggulangi bencana kebobrokan moral anak muda dengan
berbagai cara, tapi hasilnyapun sangat kurang dari memuaskan.
Kita contohkan tentang kasus
berumbarnya aurat yang merajalela. Dengan alasan trendy, gaul dan sebagainya
mereka mencoba meniru gaya-gaya kebaratan yang dulu dibilang tabu menjadi
sebuah kebanggaan. Bahkan tak jarang para orang tua yang dulunya menanggap hal
tersebut merupakan aib, sekarang merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh
ditinggal. Semua karena satu hal “menyesuaikan zaman”.
Kita sebagai santripun harus prihatin dengan
hal-hal diatas. Dimulai dengan merubah kebiasaan buruk diri sendiri. Karena
jangan sampai kebiasaan buruk yang kita anggap remeh kemudian ditiru orang lain
dan menjadi adat. Bukankah kita akan menanam benih jariah keburukan?.
Memulai dengan kebiasaan baik yang
terlihat remeh, seperti membuang sampah pada tempatnya, tidak menggasab,
mencuci piring atau gelas pada tempatnya, menaruh baju pada tempatnya dan lain
sebagainya. Trendy bukan segalanya, gengsi bukan yang utama.dan semua adalah
dimulai dari diri sendiri.
Oleh: Mass Kalampayan