Setelah sukses dengan pergelaran M2QK antar ribath (asrama) yang
diselenggarakan beberapa bulan yang lalu, kali ini ponpes Langitan seakan
tertimpa durian runtuh setelah para punggawanya berhasil memboyong puluhan
trofi dalam Musabaqoh Qiro’atil Kutub (MQK) di masjid Agung Tuban, selasa
(10/9). Tidak tanggung-tanggung, 15 dari 20 peserta putra yang dikirim
oleh pp. Langitan berhasil merebut juara 1 dalam perlombaan tersebut. bukan
hanya itu, di ponpes putri bahkan terjadi persaingan sengit antara pondok barat
(Mujibiyah) dan pondok timur (Arraudhoh) yang mengakibatkan sebagian dari 40
peserta (20 Mujibiyah dan 20 Arraudloh) berhasil membabat habis 20 juara
pertama dalam perhelatan tersebut. Perolehan prestasi yang gemilang ini
membawa ponpes Langitan menjadi
juara umum di tingkat
kabupaten Tuban.
Bukan hal yang tidak mungkin jika teman-teman kita berhasil menoreh
prestasi terbaik dari
250 peserta yang dikirim dari beberapa pesantren salaf di Tuban. Pasalnya mereka pun sudah mempersiapkan semuanya sejak lama sebelum musabaqoh. “ya, saya sudah lama diberi
tahu akan hal itu, dan sejak bulan Ramadhan kemarin saya sudah mulai
mempersiapkan belajar” ujar Bahrul hikam yang mewakili di bidang nahwu Alfiyah.
Hal itu juga tidak jauh beda dengan para peserta yang lainya. Namun lain halnya dengan Muhammad Farid. Santri jebolan Ente Kafi yang maju
dengan optimis di bidang fiqih Fathul Mu’in ini hanya melakukan persiapan
selama 10 hari sebelum hari H. Entah kenapa santri asal Laren
Lamongan ini bisa sesantai itu
menanggapi hal tersebut. Mungkin dia
memang tidak pernah mengambil pusing dengan masalah MQK . “yo kang, kate sinau yo
malah gak iso melbu” begitu komentar singkatnya.
Meski para peserta sudah memiliki
jam belajar yang cukup lama, bukan berarti mereka bisa seenaknya menganggap
enteng itu semua. M. Farid yang bersikap masa bodo dengan MQK ini pun mengaku dengan
tekun ia mengamalkan semua ijazah dari para masyayikh, “yang paling susah
adalah ijazah dari Yai dullah, yaitu baca surat Alquraisy 7 kali tanpa
bernafas” ungkapnya. berbeda dengan Sahal Maftuh. Santri asal kuningan Jawa
Barat ini lebih menekankan kiyat usahanya dengan mengikuti bimbingan khusus
kepada ustadz Asrori setiap malam seusai musyawarah. “ya, biarpun
bolong-bolong, saya tetap semangat mengikuti bimbingan itu“. Begitu ungkapnya.
Berbagai usaha persiapan telah
dilakukan oleh para peserta. Bahkan rangkaian doa pun tidak pernah luput dari komat-kamit
mulut mereka. Meski demikian banyak juga teman-teman kita yang merasa gugup saat
sebelum tampil di perlombaan. Bahkan kabarnya ada juga yang sampai tidak nafsu
makan. Namun ada pula teman kita yang memanfaatkan kondisi ini untuk mengamati
peserta lain yang sedang tampil untuk menambah ilmu saat dia tampil nanti. Menurut pengakuanya dia
tidak merasa gugup dengan hal tersebut “yah biasa-biasa sajalah, gugup sih
sedikit, tapi setelah tampil aq merasa plongg…..” ujarnya yang namanya terpaksa
penulis kosongkan.
Setelah sukses menggondol 15
trofi (karena kelima peserta yang lain hanya memperoleh juara 2 dan 3),
selanjutnya mereka akan dikirim ke musabaqoh setingkat profinsi di Madura pada
tanggal 1 oktober mendatang. Persiapan pun semakin gencar mereka lakukan sejak
dini, mengingat pada tahun sebelumnya perwakilan dari Tuban meraih juara umum
dalam MQK tersebut. “ya, saya akan semakin serius untuk mempersiapkan tantangan
berikutnya” ucap Sahal Maftuh dengan penuh semangat. Ucapan senada juga
diungkapkan oleh M. Farid. Kali ini dia mempunyai siasat tersendiri untuk menghadapi MQK besok “saya akan tetap
belajar dan mempersiapkan segala kemungkinan yang akan terjadi besok. Maksud,e
pas ditako’I gak iso waktu MQK wingi bakal tak pelajari maneh”, katanya
dengan nada yang santai.
Dengan menancapkan semangat yang membara, para
peserta optimis bisa mengulang kembali prestasi sebelumnya. Selanjutnya jika mereka berhasil
lolos di tingkat profinsi, mereka akan dikirim kembali untuk mengikuti MQK di
tingkat nasional. Sebuah kebanggaan yang besar jika mereka berhasil menjuarai musabaqoh di tingkat tersebut. Meski
demikian, hal ini bukanlah menjadi tujuan utama yang mereka cari di musabaqoh.
Sebagai mana ucapan Gus Adib yang
terangkan kembali oleh salah satu peserta kita, “tujuan kita bukanlah
untuk menjadi juara, tapi untuk menghidupkan kalimat salafy di belahan
nusantara., li I’lai
kalimatis Salaf”.